Wednesday, March 27, 2013

Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal


TULISAN 3

A. Penyesuaian Diri

Penyesuain diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
  • penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
  • penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
  • penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)

Mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi umumnya lebih mengarah kepada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang terbiasa dengan lingkungan yang sepi seperti di perkampungan dan udara yang sejuk terus pindah ke tempat ramai seperti perkotaan dengan udara yang panas maka seseorang harus bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional.

Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi.

Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan baik (good adjustment) adalah apabila seseorang menampilkan respon yang matang, efisien, memuaskan, dan wholesome. Yang dimaksud dengan respon yang efisien adalah respon yang hasilnya sesuai dengan harapan tanpa membuang banyak energi, waktu atau sejumlah kesalahan. Wholesome maksudnya adalah respon yang ditampilkan adalah sesuai dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan Tuhan. Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan baik maka hidupnya akan harmonis dan jauh dari penyimpangan-penyimpangan begitu juga sebaliknya apabila seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri mereka akan mengalami maladjustment yang ditandai dengan penyimpangan atau perilaku yang menyimpang yang tidak berlaku di lingkungan tersebut.

Penyesuaian diri bersifat relatif, karena tidak ada orang yang mampu menyesuaikan diri secara sempurna. Alasan pertama penyesuaian diri bersifat relatif adalah melibatkan kapasitas atau kemampuan seseorang dalam beradaptasi baik dari dalam maupun dengan lingkungan. Kedua adalah karena adanya perbedaan kualitas penyesuaian diri antara satu masyarakat atau budaya dengan masyarakat atau budaya lainnya. Terakhir adalah karena adanya perbedaan-perbedaan pada setiap individu, setiap orang mengalami masa naik dan turun dalam penyesuaian diri.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada penyesuaian diri ada dua aspek yaitu:

1.  Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Pada penyesuain ini seseorang menyadari siapa dirinya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.
Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan:
  • tidak adanya rasa benci
  • lari dari kenyataan atau tanggungjawab
  • kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.

Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan:
  • adanya perasaan yang tenang tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah
  • rasa cemas
  • rasa tidak puas
  • rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan:
  •     keguncangan emosi
  •   kecemasan
  •   ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya dan dapat berdampak negative atau perilaku yang menyimpang.

2.  Penyesuaian Sosial 

Setiap individu hidup di dalam lingkup sosial. Di dalam lingkup sosial (masyarakat) terjadi proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.

Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.

Kedua penyesuaian di atas adalah dasar agar indvidu dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpa adanya perilaku penyimpangan yang tidak sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang terdapat di suatu lingkungan tersebut.


Pembentukan Penyesuaian Diri

3 lingkungan yang dapat membentuk penyesuaian diri individu, yaitu:

a.  Lingkungan Keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, salah satunya kemampuan untuk penyusuaian diri terhadap lingkungan baik secara fisiologis maupun psikologis apabila individu di ajarkan dengan baik oleh orang tuanya maka kelak seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.

Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan  yang mendukung hal tersebut.

Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.

b.  Lingkungan Teman Sebaya 

Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan akan membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan apalagi saat individu beranjak remaja dan dengan adanya pertemanan yang erat akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri. Hal ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.

c.  Lingkungan Sekolah 

Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.

B. Pertumbuhan Personal

Setiap individu akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga.

Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu:

1. Faktor genetik
  • Faktor keturunan — masa konsepsi
  •  Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
  • Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis  kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen
  • Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.

2. Faktor eksternal / lingkungan

  • Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan
  • Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya 


Dari faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

Aliran asosiasi

Perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensation (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflection.

Psikologi Gestalt

Pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.

Aliran sosiologi

Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.

Sumber:
Lur Rochman, Kholil. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN press.
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/penyesuaian-diri-pertumbuhan-personal.html

Teori Kepribadian Sehat


TULISAN 2

Teori Kepribadian Sehat

A. Aliran Psikoanalisa

Tokoh aliran ini adalah Sigmund Freud. Freud melihat individu dari sisi negatifnya baik dari alam bawah sadar (id, ego dan super ego) sesuatu yang timbul dalam dirinya, mimpi dan masa lalu, misalnya:
  • Terbatas mengabaikan potensi yang dimiliki individu
  • Melihat dari sisi debagai kodrat manusia yang negatif
  • Memberikan gambaran psimistis tentang kodrat manusia dalam hal ini manusia adalah korban dari tekanan-tekanan dan konflik masa kanak-kanak

B. Aliran Behavioristik


Dalam aliran ini manusia diperlakukan seperti mesin, maksudnya manusia sudah mengatur segala sesuatunya sebagai suatu sistem yang kompleks yag bertingkah laku menurut cara yang sesuai hukum, misalnya:

  • Manusia sudah teratur dengan apa yang sudah menjadi fungsinya masing-masing yang sudah tersusun baik dan di tentukan sebelumnya dengan banyak spontanitas.
  • Dengan kegembiraan hidup dan kreativitas layaknya alat pengatur panas dan menganggap manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.

Jadi, individu adalah manusia biasa yang memberikan respon positif terhadap stimulus dari luar.

C. Aliran Humanistik


Aliran ini memandang setiap orang mempunyai kemampuan untuk menjadi lebih baik dan memiliki pandangan optimistik dan bisa maju (berkembang), misalnya:

  • Memiliki pandangan yang segar tentang manusia
  • Melihat potensi diri individu untuk tumbuh berkembang sesuai keinginan untuk lebih baik atau lebih banyak dari pada apa yang ada di dalam diri individu itu sendiri.

Aliran ini sangat berbeda dengan psikoanalisa dan behavioristik yang mengabaikan potensi diri pada individu.
Kritikan aliran humanistik terhadap aliran psikoanalisa dan behavioristik
Kritikan diarahkan terutama kepada perspektif dan metodenya yang subjektif, dan tidak reliabel.


Terhadap Behavioristik



Behaviorisme yang bersifat mekanis dan mementingkan masa lalu ini tidak seperti yang di pahami oleh aliran humanistik, pada aliran humanistik sendiri adalah individu cenderung mempunyai kemampuan atau keinginan untuk berkembang melebihi yang ada pada dalam dirinya dan percaya pada kodrat biologis dan ciri lingungan tidak menekankan pada tingkah laku yang nampak dan menggunakan metode objektif seperti halnya aliran behaviorisme.


Terhadap Psikoanalisa


Aliran humanistik tidak menyetujui sifat pesimisme karena dalam aliran humanistik individu itu memiliki sifat yang optimistik dan apabila pada psikoanalisa Freud menekankan pada masa lalu,karena dalam behaviorisme percaya pada kodrati individu yang maksudnya individu pasti dapat dan harus mengatasi masa lampau.

Selain itu juga manusia dapat berkembang dengan potensi yang dimilikinya dan tidak mengabaikan potensi seperti aliran psikoanalisis.

Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama mengabaikan potensi atau kodrat manusia. Akan tetapi ada beberapa perbedaan juga yang sangat mendasar. Sebagai berikut :

Psikoanalisa:
  • Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini
  •  Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan
  • Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang
  • Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif
  • Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
  • Dalam aliran Psikoanalisa ini bisa dibilang manusia adalah korban tekanan biologis dan konflik masa kanak-kanak. Aliran ini melihat dari sisi negatif individu, alam bawah sadar (id, ego, superego, mimpi) dan masa lalu.

Behaviorisme:
  • Mementingkan faktor lingkungan
  • Menekankan pada faktor bagian
  • Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
  • Sifatnya mekanis
  •  Mementingkan masa lalu
  • Manusia diperlukan sebagai mesin, layaknya alat pengatur panas yang mengatur semuanya. Aliran ini menganggap manusia yang memberikan respons positif yang berasal dari luar. Dalam aliran ini manusia dianggap tidak memiliki sikap diri sendiri. Ciri-cirinya yaitu : tersusun baik,        teratur dan ditentukan sebelumnyadengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup dan kreativitas.



Humanistik:

Abraham Maslow dapat dipandang sebagai bapak dari Psikologi Humanistik ini. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap Psikologi behavioristik dan Psikoanalisis.

Menurut Maslow Psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi harus mempelajari kedalaman sifat manusia, selain mempelajari yang nampak, juga mempelajari perilaku yang tidak nampak.
Mempelajari ketidak sadaran sekaligus mempelajari kesadaran. Introspeksi sebagai suatu metoda penelitian yang telah disingkirikan, harus dikembalikan lagi sebagai metoda penelitian psikologi.

Ciri-ciri psikologi yang berorientasi Humanistik, yaitu:
  • Memusatkan perhatian pada person mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
  • Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas, akutalisasi diri, sebagai lawan pandang tentang manusia yang mekanistis dan reduksionistis.
  • Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
  • Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu.

Selain Maslow, tokoh dalam Psikologi Humanistik adalah Carl Rogers, yang terkenal dengan client-centered therapy.

Konsep yang menjadikan teori aliran psikologi humanistik tiada duanya adalah konsep dari tokoh aliran ini yaitu Abraham Maslow yang menyatakan “studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya mutlak menjadi fondasi bagi sebuah ilmu psokologis yang lebih semesta (Frank Goble,1993,34)



Krtik-kritik dari psikologis humanistik menunjukkan perbedaaan dan asumsi yang berbeda dengan aliran –aliran lain:
  • Psikologi humanistik tidak mengagungkan metode statistik dan serba rata-rata tetapi melihat pada yang mungkin dan harus ada.
  • Psikologis humanistik tidak berlebihan melakukan penelitian eksperimen pada binatang tetapi pada kodrat manusia beserta sifat-sifat manusia yang positif.
  • Aliran humanistik lebih memandang manusia sebagai pribadi yang unik atau kreatif dan dapat mengembangkan dirinya ke yang lebih baik lagi sesuai dengan kemampuannya dan cenderung punya pandangan yang segar tentang manusia.

Sumber:
Basuki, Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
Lur Rochman, Kholil. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN press.
Schultz, Duane. 1991.Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta: Kanisius.
Nurihsan, J. 2007.Teori Kepribadian. Bandung : Remaja Rosdakarya
http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/kepribadian-sehat-ditinjau-dari.html

Konsep Sehat, Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental, dan Pendekatan Kesehatan Mental


TULISAN 1

A. Konsep Sehat

Kesehatan mental berasal dari dua kata, yaitu “kesehatan” dan “mental”.  Kesehatan berasal dari kata “sehat” (kondisi fisik). Sedangkan “mental” adalah kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap, dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur  jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatannya akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
  • Pengertian sehat menurut WHO (1947) adalah suatu keadaan kesejahteraan dimana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
  • Pengertian sehat menurut Pender (1982) adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi).
  • Pengertian sehat menurut Paune (1983) adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care resources) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri (self care actions) secara adekual.

Self care resources: Mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Self care actions: Perilaku sesuai dengan tujuan. Diperlukan untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan fungsi psikososial dan spiritual. 

Karakteristik  Mental yang Sehat

1. Terhindar dari Gangguan Jiwa

Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu: neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak. 
Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.

2. Dapat menyesuaikan diri

Penyesuaian diri (self adjustment) adalah proses untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan (needs satisfaction)dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.

3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin

Individu yang sehat mentalnya mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. Pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.

4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain

Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. Mempunyai prinsip tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya ditujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan pada tabel sebagai berikut (Syamsu Yusuf LN ; 1987).

ASPEK PRIBADI
KARAKTERISTIK
Fisik
Perkembangannya normal.
Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
Sehat, tidak sakit-sakitan.
Psikis
Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki Insight dan rasa humor.
Memiliki respons emosional yang wajar.
Mampu berpikir realistik dan objektif.
Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat kreatif dan inovatif.
Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak.
Sosial
Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap alturis).
Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.
Moral-Religius
Beriman kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
Jujur, amanah (bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.

Uraian diatas, menunjukan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan yang tidak sehat cirinya sebagai berikut :
  •      Perasaan tidak nyaman (inadequacy) 
  •      Perasaan tidak aman (insecurity)
  •      Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
  •      Kurang memahami diri (self-understanding)
  •      Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
  •      Ketidakmatangan emosi
  •      Kepribadiannya terganggu
  •  Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (Thorpe, dalam Schneiders, 1964; 61).
Sumber: 
Yusuf, Syamsu. 2004. Mental Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam kajian
Psikologi dan agama. Bandung: Pustaka Bani Quraisy Bandung.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius.
Sutardjo A. Wiraminardja. 2010. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama.
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro.
http://www.konselorsekolah.com/2012/12/kesehatan-mental.html

B. Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

Sejarah kesehatan mental terbagi menjadi 2 periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah.

1.    Periode pra-ilmiah

Sejak zaman dahulu, sikap terhadap gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif animisme (kepercayaan roh-roh atau dewa-dewa). Orang Yunani percaya gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, merka mengadakan perjamuan.
Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada jaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan kesehatan mental, yaitu dengan pendekatan naturalisme. Aliran berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik akibat dari alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak dipergunakan lagi. Dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Ia seorang kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Dirumah sakit ini pasienya yang maniac dirantai, diikat ditembok, ditempat tidur selama 20 tahun atau lebih. Akhirnya, banyak yang berhasil.

2.    Era ilmiah (Modern)

Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era gangguan mental yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional kesikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) sebagai staff medis di rumah sakit Penisylvania, terdapat 24 pasien yang dianggap lunaties (orang-orang gila atau sakit ingatan). Rush melakukan usaha lain selain mengurung dan mengguyur air terhadap pasienya, yaitu dengan cara :
  •     memberikan motivasi (dorongan) untuk ingin bekerja
  •     refreshing (mencari kesenangan).
Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi gagasan, pemikiran, dan inspirasi para ahli, terutama 2 tokoh perintis ini yaitu : Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers orang yang mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental. Berkat usaha Dix dia dapat membangun 32 rumah sakit jiwa di Amerika.
Selama dekade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA) dan American Federation For Sex Hygiene. Perkembangan gerakan kesehantan mental tidak lepas dari Clifford Whittingham Beers (1876-193) karena jasanya ia dinobatkan sebagai “The Founder Of The Mental Hygiene Movement”. Beers juga mengeluarkan Otobiografinya sebagai mantan penderita gangguan mental yang berjudul “A Mind That Found Itself” dan dia juga merancang program yang bersifat nasionaluntuk mereformasikan program, penyebaran informasi, prndorongan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dan pengembangan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.
Aldof Mayer yang tertarik terhadap program Beers menamakan gerakan itu dengan nama “Mental Hygiene”. Tahun 1908 sebuah organisasi pertama didirikan dengan nama Connectievt Society For Mental Hygiene. Tahun 19 febuari 1909 didirikan National Commitye Siciety For Mental Hygiene, Berrs menjadi sekretarisnya.
Tujuan organisasi ini bertujuan:
  •     melindungi
  •     menyusun perawatan
  •     meningkatkan studi
  •     menyebarkan pengetahuan
  •     mengkoordinasikan lembaga-lembaga untuk pasien gangguan mental.
Pada tanggal 3 juli 1946, presiden Amerika Serikat menandatangani “The National Mental Health Act”. Dokumen blueprint yang komprehensif, berisi program jangka panjang untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat. Pada tahun 1950 organisasi mental terus bertambah dengan berdirinya National Association For Mental Health berkerjasama dengan 3 organisasi yaitu : National Commitye Siciety For Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, dan Psychiatric Foundation. Kesehatan mental terus berkembang tahun 1075 di Amerika serika terdapat lebih dari 1000 tempat perkumpulan kesehatan mental. Dibelahan dunia lain gerakan kesehatan mental dikembangkan melalui World Federation For Mental Health Organization.
Psikologi kesehatan dimulai tahun 1970-an hingga awal 1980-an. Seiring datangnya abad 21 kita melihat pisikologi kesehatan tumbuh dengan sangan signifikan. Komunitas dan asosiasi psikologis mulai membentuk divisi atau departemen sendiri. Pertarunagn secara teoritis dan historis untuk memahami kaitan antara mental (pikiran, emosi dll.) dengan kondisi sehat (fisiologis).

Gangguan Mental yang Tidak Dianggap Sebagai Sakit

a.       Tahun 1600 dan sebelumnya

Dukun asli Amerika (Indian) disebut sebagai “penyembuh” (healer,

shaman) orang yang mengalami gangguan mental. Menyembuhkan dengan
cara memanggil kekuatan supranatural dan menjalani ritual penebusan
dan pensucian.

Masyarakat saat itu menganggap orang yang mengalami gangguan mental

karena mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada di sekitar.

b.      Tahun 1692


Di Amerika, orang yang mengalami gangguan mental saat itu sering dianggap terkena sihir atau dirasuki setan sehingga masyarakat takut dan membenci orang yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
John Locke (1690) dalam tulisannya yang berjudul “An Essay Concerning Understanding”, menyatakan terdapat derajat kegilaan dalam diri setiap orang yang disebabkan oleh emosi yang memaksa orang untuk memunculkan ide-ide salah dan tidak masuk akal secara terus-menerus. 


Gangguan Mental yang Dianggap Sebagai Sakit

a.       Tahun 1724


Pendeta Cotlon Mather (1663-1728) mematahkan takhayul masyarakat berkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik mengenai sakit jiwa itu sendiri. Mereka dilihat sebagai orang yang dirasuki setan atau dicirikan sebagai dikuasai sifat-sifat kebinatangan sehingga mereka menjadi subjek  penangan yang menyedihkan.

b.       Tahun 1812


Benjamin Rush (1745-1813) salah satu pengacara yang menangani masalah penanganan penyakit mental secara manusiawi dengan publikasinya yang berjudul “Medical Inquiries and Observations Upon Diseases of the Mind”. Buku tersebut merupakan buku teks psikiatri Amerika pertama.

c.       Tahun 1830-1860


Di Inggris timbul optimisme dalam menangani pasien sakit jiwa (Therapeutic Optimism)Hali ini disebabkan berkembangnya teori dan teknik dalam menangani orang sakit jiwa di rumah sakit jiwa.

d.      Tahun 1843


Kurang lebih terdapat 24 rumah sakit, namun hanya ada 2.561 tempat tidur yang tersedia untuk menangani penyakit mental di Amerika Serikat.

e.       Tahun 1908


Cifford Beers (1876-1943) menderita manis depresif pada tahun 1900. Beers kemudian mendirikan Masyarakat Connectcat untuk Mental Hygiene. Tahun berikutnya, berubah menjadi Komite Nasional untuk Mental Higiene (The National Committee for Mental Hygiene), yaitu pendahulu Asosiasi Kesehatan Mental Nasional (National Mental Health Association) saat ini.
Tujuan Asosiasi ini:
1. Memperbaiki sikap masyarakat terhadap penyakit mental dan penderita sakit mental.
2. Memperbaiki pelayanan terhadap penderita sakit mental.
3. Bekerja untuk pencegahan penyakit mental dan mempromosikan kesehatan mental.

f.       Tahun 1909


Sigmund Freud mengunjungi Amerika dan mengajar psikoanalisis di Universitas Clark di Worcester, Massachusetts.

g.      Tahun 1910


Emil Kraepelin pertama kali menggambarkan penyakit Alzheimer dan juga mengembangkan alat tes yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan epilepsi.

h.      Tahun 1918


Asosiasi Psikoanalisa Amerika membuat aturan hanya orang yang telah lulus dari seolah kedokteran dan menjalankan praktek psikiatri yang dapat menjadi calon untuk pelatihan psikoanalisa.

i.         Tahun 1920-an


Komite nasional untuk Mental Hygiene menghasilkan satu set model undang-undang komitmen yang dimasukkan ke dalam aturan pada beberapa bagian.

j.        Tahun 1930-an


Psikiater mulai menginjeksikan insulin yang menyebabkan shock dan koma sementara sebagai suatu treatment untuk penderita Schizofrenia.

k.      Tahun 1940


Elektroterapi, yaitu terapi dengan cara mengaplikasikan listrik ke otak.

l.        Tahun 1950


Dibentuk Nasional Association of Mental Health (NAMH) merupakan merger dari tiga organisasi, yaitu National Committee for Mental HygieneNational Mental Health Foundation, dan Psychiatric Foundation.

m.    Tahun 1960-an


Obat-obat antipsikotik konvensional sepeti haloperidol digunakan pertama kali untuk mengontrol simtom-simtom yang positif (nyata) pada penderita psikosis.


Gangguan Mental Dianggap Sebagai Bukan sakit


a.      Tahun 1979


NAMH menjadi The National Mental Health Association (NMHA).

b.     Tahun 1980


Munculnya perawatan yang terencana, yaitu dengan opname dirumah sakit dalam jangka waktu yang pendek.


Melawan Diskriminasi Terhadap Gangguan Mental

a.       Tahun 1990


NMHA memainkan peran dalam melindungi warga amerika yang cacat mental dan fisik dari diskriminasi seperti pekerjaan, transportasi, telekomunikasi dan pelayanan pemerintah pusat.

b.      Tahun 1994


Obat Antipsikotik atipikal yang pertama diperkenalkan.


Sumber:  Kholil Rochman Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press.
                  Ian P. Albery dan Marcus Munafo. 2011. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Setia.
                  Drs.Yustinus Semiun, OFM. 2006. Kesehatan Mental 1. Jakarta: Kanisius Watsongko, Madto. 1994. Salat
                           Jadi Obat. Jakata: EGC




C. Pendekatan Kesehatan Mental

Para ahli membagi 3 orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yaitu :

1.      Orientasi Klasik

Banyak digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut orientasi ini, individu sehat adalah individu yang tidak memiliki keluhan, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tak berguna, yang menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari. Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik dan mental. 


2.      Orientasi Penyesuaian Diri

Landasan orientasi ini adalah pendekatan yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara mental. Dengan pandangan tersebut, penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungannya.



Kesehatan mental adalah kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian, stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki


3.      Orientasi Pengembangan Potensi

Menurut orientasi ini, kesehatan mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan disekitarnya. Individu dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.

Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi ini dapat dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.