Saya Suci Rizwarni Octaviana. Orang –
orang mengenal saya dengan panggilan Riri. Saya berjenis kelamin perempuan dan
saya lahir pada tanggal 15 Oktober 1993 di Jakarta. Saat ini saya berusia 19
tahun. Saya merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Edi
Purwito dan Ibu Pipih Evi Diani. Saat ini saya tinggal bersama ibu dan adik
saya di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Pendidikan yang telah saya tempuh sebelum
saya kuliah di Universitas Gunadarma antara lain: RA (Raudatul Athfal)
Madarijut Thalibin lulus tahun 1999, MI (Madrasah Ibtidaiyah) Madarijut
Thalibin hingga tahun 2002 lalu saya pindah saat kenaikan kelas ke SDN Lenteng
Agung 01 Pagi lulus tahun 2005, SMP Negeri 242 Jakarta lulus tahun 2008, dan
SMA Negeri 109 Jakarta lulus tahun 2011.
Prestasi saya di sekolah cukup memuaskan
karena saya selalu mendapatkan peringkat 5 besar di kelas. Selain itu sejak
kecil saya suka sekali mengikuti kegiatan perlombaan menari, menggambar dan
mewarnai, membaca puisi serta peragaan busana muslim. Saya memang memiliki
bakat di bidang seni. Teman – teman saya mengenal saya sebagai seseorang yang
suka sekali mencorat – coret kertas hingga menjadi sebuah gambar pemandangan,
terlebih ketika saya sedang dilanda rasa bosan. Hal tersebut saya lakukan untuk
mengurangi rasa bosan saya.
Saya memiliki hobi menggambar, menyanyi,
mendengarkan musik, menonton DVD, dan fotografi. Saya merupakan pencinta
cokelat dan sangat senang meminum kopi. Saya memakan cokelat saat emosi saya
sedang tidak stabil, karena cokelat merupakan makanan yang dapat membuat emosi
saya menjadi normal kembali. Saya adalah penyuka warna hitam, putih, merah
mudah (pink), biru muda, dan coklat.
Sejak kecil saya bercita – cita menjadi seorang wanita karier, fotografer, dan
dapat membahagiakan kedua orang tua saya. Saya menulis setiap harapan dan cita
– cita saya pada buku harian yang saya miliki. Setiap harapan dan cita – cita
yang saya tulis, saya yakini bahwa semua itu kelak dapat terwujud satu per satu
dengan diiringi usaha, doa, dan keyakinan yang tinggi.
Saat kecil, dokter yang biasa menangani
saya ketika sakit memberitahukan kepada ibu saya bahwa saya adalah seorang anak
yang introvert. Sejak kecil saya
terkenal sebagai anak yang pendiam. Saya lebih suka diam, berbicara seperlunya
saja, dan menyimpan perasaan yang saya rasakan sendiri. Semua yang saya
rasakan, saya luapkan pada buku harian, gambar yang saya hasilkan, dan hanya
saya ceritakan pada orang – orang tertentu. Namun, label yang diberikan orang
kepada saya sebagai anak yang pendiam tidak berlaku pada keluarga, kekasih, dan
sahabat – sahabat yang berteman dekat dengan saya. Mereka menganggap saya
sebagai anak yang cerewet, humoris, dan suka sekali bercanda. Saat beradaptasi
dengan lingkungan atau orang – orang baru, saya menjadi anak yang pendiam
karena saya lebih suka memerhatikan perilaku – perilaku serta watak orang di
sekitar saya.
Hingga saat ini saya sangat merasa malas
untuk pergi ke dokter dan meminum obat dari resep dokter ketika sakit. Hal
tersebut dikarenakan sejak kecil bisa dikatakan saya “rajin” pergi ke dokter
karena sakit, seperti thypus, demam,
batuk, flu, dan asma. Hingga saat saya duduk di kelas 3 SD saya harus menjalani
operasi amandel dan operasi usus buntu saat saya duduk di kelas 3 SMP. Saya
tidak bisa terlalu lelah dan terkena panas dari matahari menyengat di siang
hari karena dapat menyebabkan pusing yang berkepanjangan karena tekanan darah
rendah yang saya miliki. Saya juga tidak bisa dikagetkan atau terlalu kaget,
kedinginan, terlalu lelah, dan emosi karena marah, kesal serta terlalu sedih
karena hal – hal tersebut dapat menyebabkan penyakit asma saya kambuh.
Saya memiliki phobia pada kecoa. Phobia
tersebut berawal saat pertama kali saya melihat seekor kecoa, saya merasa sangat
jijik, merinding dan takut dengan kecoa karena bentuk dan rupa kecoa tersebut
seperti yang saya anggap seperti monster. Beberapa hari kemudian, tiba – tiba
ada seekor kecoa terbang dan hinggap di badan saya hingga saya sontak teriak
dengan kencang, berlari sambil melompat – lompat agar kecoa tersebut pergi
hingga saya mengeluarkan air mata. Dari kejadian itulah saat melihat kecoa saya
merinding dan dengan refleks berlari menjauhi kecoa tersebut sambil berteriak.
No comments:
Post a Comment