Friday, December 27, 2013

Motivasi

A.  Definisi Motivasi

Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman2007: 73), menyebutkan bahwa motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting yaitu: Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia, Motivasi di tandai dengan munculnya, rasa (feeling) yang relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, efeksi dan emosi serta dapat menentukan tinggkah-laku manusia, Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan dan tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. 

Menurut Sardiman (2007: 73), menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Azwar (2000: 15), motivasi adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekolompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 

Menurut Malayu (2005: 143), motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukkan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Sedangkan menurut Edwin B Flippo (dalam malayu 2005: 143), menyebutkan bahwa motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. 

Menurut American Enyclopedia (dalam malayu 2005: 143), menyebutkan bahwa motivasi sebagai kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentang) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Sedangkan menurut G.R. Terry (dalam malayu 2005: 145) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. motivasi itu tampak dalam dua segi yang berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan apabila dilihat dari segi pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai peranggsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan.

B.  Teori Drive Reinforcement

Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive. Secara umum, teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1.    Suatu keadaan yang mendorong
2.    Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3.    Pencapaian tujuan yang memadai
4.    Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.

Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (Tinbergen, Lorenz, dan Leyhausen dalam Morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang dipelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orang tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.

C.  Teori Harapan

Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut (Victor Vroom).

Victor Vroom dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “teori harapan”. Menurutnya, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka utuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Vroom menjelaskan bahwa motivsi adalah hasil dari tiga faktor :
·      Seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi)
·      Perkiraan orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan)
·      Perkiraan bahwa prestasi itu akan menghasilkan perolehan imbalan atau instrumentalis.

Hubungan antara ketiga factor dapat dinyatakan sebagai berikut :
Valensi x harapan x instrumentalisasi = motivasi

Valensi mengacu pada kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

Harapan adalah kadar kuatnya keyakinan bahwa ketujuh perubahan tersebut adalah pasif menjadi aktif, bergantung menjadi tidak bergantung, sedikit bertindak menjadi banyak variasi bertindak, minat yang tidak menentu dan dangkal menjadi lebih dalam dan kuat,perspektif waktu jarak dekat menjadi jarak jauh, posisi yang menjadi di bawah menjadi setingkat atau bahkan di atasnya, serta kekurangan kesadaran atas dirinya menjadi tahu pengendalian diri.

Instrumentalisasi menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila dapat meyelesaikan tugasnya.

Hasil ketiga faktor tersebut adalah motivasi,yakni kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Kombinasi yang menimbulkan motivasi adalah valensi positif yang tinggi, harapan yang tinggi, dan instrumentalisasi yang tinggi. 

Dengan adanya model harapan ini, para manajer organisasi akan dipaksa untuk menguji proses timbulnya motivasi secara seksama. Model ini juga mendorong mereka untuk merancang iklim motivasi yang akan memperbesar kemungkinan timbulnya perilaku pegawai yang diharapkan.

Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik,suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi, dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

Strategi yang tepat untuk memotivasi orang adalah menawarkan pada mereka perangsang, yakni bila mereka berhasil mencapai sasaran – sasaran tertentu. Orang juga perlu tahu tentang kemungkinan bahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan penghargaan sebagai ganjaran prestasinya. 

Orang akan meningkatkan usahanya dalam kondisi-kondisi di bawah ini :
Kerja keras menghasilkan prestasi baik
Prestasi baik menghasilkan imbalan
Imbalan memuaskan kebutuhan penting

Pemuasan kebutuhan terasa sangat besar pengaruhnya sehingga membuat usaha yang dilakukan terasa berharga
Kemungkinan subyektif sangat tinggi dimana usaha akan menuju pada prestasi baik yang menghasilkan imbalan

Jika kemungkinan menerima imbalan rendah (kecil) maka jumlahnya (nilainya) harus sangat tinggi

Dikalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia, teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri Karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehya.

Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja di asumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusan yang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai-nilai mereka.

D.  Teori Tujuan

Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.

Locke menunjukan bahwa : 
1.    Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2.    Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.

Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri, tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan. Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang solid.

Perusahaan menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu

Tujuan-tujuan yang bersifat spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak : 
(+) Acceptance (Penerimaan) : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-) Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.

Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki keikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia tetapkan. Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar. 

Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a.    Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b.    Tujuan adalah yang mengatur upaya
c.    Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d.   Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan

Hasil penelitian Edwin Locke menunjukkan bahwa :
1.    Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.
2.    Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi. 

E.  Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Maslow (1943, 1954) mengemukakan bahwa kebutuhan kita sendiri terdiri dari lima kategori:
1.    Fisiologis;
2.    Keselamatan atau keamanan;
3.    Rasa memiliki (belongingness) atau sosial;
4.    Penghargaan;
5.    Aktualisasi diri.

Kebutuhan-kebutuhan ini, menurut Maslow berkembang dalam suatu urutan hirarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat (prepotent) hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Misalnya, akan sulit, meskipun bukan berarti tidak mungkin, untuk memberikan perhatian kepada penghematan bagi masa depan ketika anda merasakan rasa lapar yang hebat.

Jadi kebutuhan fisiologis menuntut pemenuhan sebelum semua kebutuhan lainnya. Meskipun demikian, suatu kebutuhan pada urutan lebih-rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif, seperti yang ditunjukkan oleh garis-garis yang tumpang tindih dalam bentuk spiral . Anda mungkin memperhatikan keselamatan anda meskipun anda tampak capai. Namun, kemungkinannya adalah sebagian besar kebutuhan beikutnya menjadi pendorong yang kuat.

Konsep prepotency mengasumsikan juga bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi bukan lagi merupakan suatu pendorong. Hanya kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mendorong orang untuk bertindak dan mengarahkan perilaku mereka kepada suatu tujuan.

Lima perangkat kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, dimana kebutuhan fisiologis berada pada urutan lebih bawah, keselamatan dan keamanan berikutnya, kebutuhan akan rasa memiliki (belonging) di tengah, penghargaan (esteem) lebih tinggi, dan kebutuhan akan aktualisasi diri berada pada urutan paling atas. Begitu kebutuhan tubuh dipenuhi, orang mencari kepuasan akan keselamatan dan keamanan; lalu ketika orang merasa aman, ia termotivasi oleh kebutuhan berikutnya—penghargaan. Ketika pekerja mampu memuaskan kebutuhannya yang lebih rendah, apa yang ia anggap terpenting atau memuuaskan adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang berharga dan terkabulnya keinginan tersebut.

Kaitan antara Teori Motivasi dengan Psikologi Manajemen

Pelaksanaan tugas dan pekerjaan merupakan suatu kewajiban bagi para pegawai di dalam suatu organisasi, baik dalam organisasi pemerintahan maupun organisasi non pemerintahan. Kemudian di dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan tersebut tentunya pasti mempunyai suatu tujuan yang sama yakni mengharapkan suatu hasil pekerjaan dan tugas yang baik serta memuaskan sesuai dengan apa yang ditentukan sebelumnya. Untuk mendapatkan suatu hasil kerja yang baik dan sesuai dengan tujuan organisasi maka setiap pimpinan suatu organisasi dapat dipastikan mempunyai suatu aturan dan ketentuan yang dituangkan dalam bentuk kebijakan. Kebijakan ini dibuat dengan maksud agar setiap komponen organisasi melaksanakan tugas sesuaidengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, perlu adanya suatu factor yang harus dimiliki oleh para pegawai, yakni semangat kerja. Semangat kerja itu sendiri timbul dan tumbuh dalam diri pegawai yang disebabkan adanya motivasi dari pimpinan dalam arti pemimpin memberi motivasi atau dorongan kepada pegawai atau anggotanya, baik kebutuhan batin maupun kebutuhan lahir. Oleh karena itu, pemberian motif oleh pemimpin merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan agar tumbuh dan timbul semangat kerja dalam diri pegawai, sebab keberhasilan pegawai sangat tergantung dari motivasi dan kebijakan yang diberikan oleh pimpinan. Semangat kerja sedikit banyaknya dipengaruhi oleh perilaku pimpinannya.

Perilaku pemimpin yang baik yaitu:
1.    Seorang pemimpin harus selalu berfikir positif, selalu antusias, mampu memahami dan menghargai pihak lain (bawahan), tetap tenang saat dalam situasi sulit ataumenegangkan, tetap optimis, tidak mengumpat terhadap bawahan, menjelaskankesalahannya pada waktu dan tempat yang tepat.
2.    Tidak menunda jawaban atau member jawaban yang mengambang
3.    Memberi perintah dengan gaya minta tolong
4.    Tidak lupa memberi hadiah atau penghargaan.


Keempat hal tersebut sangat mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Dalam suatu organisasi sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu organisasi. Harapan menimbulkan motivasi atau mendorong pegawai melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai tujuan, dalam rangka memenuhi kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis, sosial, rasa aman, penghargaan danaktualisasi diri. Terpenuhinya kebutuhan sesuai harapan mendatangkan kepuasan kerja.

Sumber:

No comments:

Post a Comment